Moka Logo
EBITDA Adalah: Definisi dan Cara Hitungnya dengan Contoh Praktis

Tips Bisnis

EBITDA Adalah: Definisi dan Cara Hitungnya dengan Contoh Praktis

7 min

by

Bayangkan proses mendirikan bisnis seperti membangun rumah impian. Ketika bisnis menghasilkan laba bersih, keuntungan tersebut sebetulnya hanya terlihat seperti puncak bangunan. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya seberapa kokoh “pondasi” bisnis Anda sebelum dikurangi berbagai biaya seperti bunga pinjaman atau pajak?

Nah, EBITDA adalah komponen yang dapat membantu Anda melihat potensi keuntungan operasional bisnis secara lebih jernih! Memangnya, apa itu EBITDA dan bagaimana Anda bisa menghitungnya? Mari kita pelajari sama-sama sampai tuntas di sini!

Apa Itu EBITDA? 

EBITDA adalah singkatan dari Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization. Istilah ini merujuk pada pendapatan yang diterima suatu usaha sebelum dikurangi oleh bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. 

Pada umumnya, para pelaku usaha menggunakan EBITDA untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang dihasilkan hanya dari aktivitas inti usaha. Sebab, penghitungan EBITDa tidak mempertimbangkan struktur pendanaan (bunga), kewajiban perpajakan, maupun penyusutan aset.

Karena sifatnya tersebut, EBITDA pun berguna untuk memberi gambaran tentang kekuatan dasar suatu usaha. Tak hanya itu, banyak pula pelaku usaha yang melakukan penghitungan EBITDA untuk membandingkan performa antar-bisnis pada industri yang sama.

Dalam EBITDA, terdapat sejumlah komponen penting yang memengaruhi jumlah pendapatan suatu usaha. Berikut komponen-komponen yang dimaksud:

  • Earnings (penghasilan): seluruh pendapatan yang diterima oleh usaha, mulai dari hasil penjualan, investasi, aset perusahaan, surat berharga, deposito, dan lain-lain;
  • Interest (bunga): biaya yang dikeluarkan untuk membayar utang atau pinjaman usaha;
  • Tax (pajak): tarif pajak yang dibayarkan kepada negara sesuai kebijakan pemerintah;
  • Depreciation (depresiasi): biaya yang muncul dari pengurangan nilai atas aset fisik, seperti kendaraan atau mesin, yang digunakan dalam jangka panjang;
  • Amortisation (amortisasi): biaya yang muncul dari pengurangan nilai atas aset tidak berwujud, seperti lisensi atau hak paten, yang digunakan dalam waktu lama.

Faktor-faktor yang Berpengaruh pada EBITDA

EBITDA adalah total keuntungan suatu usaha yang penghitungannya dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi kategori internal dan eksternal, yaitu:

Faktor internal

Faktor-faktor internal berasal dari dalam perusahaan. Karena bersifat internal, faktor-faktor ini biasanya memberikan dampak yang cukup signifikan pada nilai EBITDA. Berikut di antaranya:

  • Pendapatan

Pendapatan merujuk pada total uang yang Anda terima dari penjualan produk sebelum dikurangi biaya apa pun. Semakin besar jumlah pendapatan yang Anda hasilkan, akan semakin tinggi pula potensi EBITDA bisnis Anda. Dengan catatan, biaya operasional yang Anda keluarkan tidak meningkat secara signifikan.

Untuk meningkatkan pendapatan usaha dan EBITDA, banyak strategi yang bisa Anda terapkan. Contohnya seperti menambah produk baru, memperluas jangkauan pasar (misalnya secara online), atau meningkatkan kualitas layanan. Jika memungkinkan, Anda juga bisa meningkatkan harga produk secara strategis agar tidak terlalu memberatkan pelanggan.

Baca juga: Laba adalah Bukti Keberhasilan Bisnis, Apa Saja Jenisnya?

  • Pengeluaran

Disebut juga dengan operating expenses, pengeluaran dalam EBITDA merujuk pada biaya-biaya yang langsung terkait dengan aktivitas operasional bisnis sehari-hari. Contohnya adalah biaya bahan baku, sewa tempat, listrik dan air, serta gaji tenaga kerja. Lantas, apa hubungan biaya pengeluaran dengan EBITDA?

Seperti yang telah disebutkan, EBITDA menghitung keuntungan operasional usaha tanpa mempertimbangkan bunga, pajak, dan penyusutan. Jadi, pengeluaran operasional yang tinggi bisa langsung menurunkan nilai EBITDA. Untuk mengontrol pengeluaran agar EBITDA meningkat, Anda bisa menekan biaya bahan baku atau memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi operasional.

  • Investasi

Faktor internal lain dalam EBITDA adalah investasi, yakni pengeluaran jangka panjang untuk aset-aset yang menunjang pertumbuhan usaha. Misalnya seperti pembelian mesin produksi baru, adopsi software automasi, pelatihan karyawan, atau pendirian cabang baru. Sebetulnya, biaya investasi tidak langsung muncul pada EBITDA karena ia tercatat sebagai aset tetap.

Meski begitu, investasi tetap akan berdampak pada pendapatan atau pengeluaran usaha di masa depan, sehingga pada akhirnya turut memengaruhi EBITDA juga. Sebagai contoh, Anda mengeluarkan biaya investasi Rp150 juta untuk membeli mesin produksi otomatis. Dalam enam bulan, efisiensi tenaga kerja dan waktu produksi pun meningkat sehingga menurunkan biaya operasional. 

Jadi, meskipun investasi mesin tersebut tidak dicatat langsung dalam EBITDA, hasilnya bisa meningkatkan EBITDA secara tidak langsung melalui peningkatan hasil produksi dan pengurangan biaya operasional.

Faktor eksternal

Tidak hanya faktor-faktor dari dalam perusahaan, ada pula faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi EBITDA. Apa saja faktor-faktor yang dimaksud:

  • Tingkat permintaan

Faktor satu ini merujuk pada tingkat kebutuhan atau minat pasar terhadap produk yang Anda tawarkan. Meningkatnya permintaan dapat mendorong peningkatan penjualan, sehingga pendapatan usaha pun akan naik. Hasilnya, nilai EBITDA juga akan ikut meningkat selama biaya operasional terkendali. Sebaliknya, permintaan yang turun bisa menyebabkan penjualan menurun, sehingga berisiko menurunkan nilai EBITDA.

Contohnya, bisnis minuman dingin yang Anda jalankan mengalami lonjakan permintaan saat musim kemarau. Alhasil, penjualan pun meningkat drastis dan membuat nilai EBITDA ikut naik. Namun, ketika musim hujan tiba, permintaan minuman dingin menurun sehingga EBITDA ikut merosot. Anda bisa mengantisipasi kondisi tersebut dengan—misalnya—diversifikasi produk minuman lain.

  • Perubahan harga

Fluktuasi harga dapat terjadi pada harga jual produk Anda maupun milik kompetitor. Situasi ini umumnya dipicu oleh inflasi, faktor musiman, tren pasar, hingga regulasi. Pengaruhnya cukup signifikan terhadap nilai EBITDA. Misalnya jika Anda menaikkan harga produk dan pasar menerimanya, otomatis pendapatan dan EBITDA akan ikut meningkat.

Namun, berbeda halnya jika terjadi penurunan harga produk akibat tekanan kompetitor. Kemungkinan besar, margin keuntungan Anda akan berkurang sehingga turut menurunkan nilai EBITDA, kecuali jika volume penjualan tersebut meningkat drastis.

  • Biaya bahan baku

Biaya bahan baku dalam EBITDA adalah harga yang perlu Anda bayar untuk bahan mentah maupun komponen lain yang digunakan dalam proses produksi. Apabila biaya bahan baku naik, padahal harga jual produk tetap, margin laba akan berkurang dan menurunkan nilai EBITDA. 

Kabar baiknya, situasi tersebut bisa dicegah dengan mengamankan harga bahan baku, misalnya melalui kontrak dengan supplier atau mencari alternatif bahan yang lebih murah. Dengan begini, Anda pun dapat mempertahankan nilai EBITDA agar tetap sehat.

Baca juga: Manajemen Persediaan untuk Bisnis: Definisi, Fungsi, dan Cara Mengelola

  • Kurs mata uang

Kurs adalah nilai tukar antara mata uang lokal dan asing. Jadi, jika bisnis Anda sering melakukan transaksi internasional, seperti mengimpor bahan baku atau menjual produk ke luar negeri, fluktuasi kurs akan sangat memengaruhi nilai EBITDA. 

Contohnya, untuk kebutuhan produksi, Anda harus mengimpor bahan baku. Sementara itu, nilai Rupiah sedang melemah, sehingga otomatis menaikkan biaya operasional. Akibatnya, nilai EBITDA akan turun jika tidak ada penyesuaian harga jual. Di sisi lain, melemahnya Rupiah bisa menjadi keuntungan bagi Anda yang menjual produk ke luar negeri. Sebab, hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan ekspor sehingga akan turut menaikkan nilai EBITDA.

Manfaat EBITDA Adalah…

EBITDA adalah salah satu komponen penting untuk membantu Anda mengetahui performa usaha. Dengan mengetahui nilai EBITDA, Anda bisa melakukan berbagai hal berikut ini:

  • Mengukur keuntungan operasional dengan mudah

EBITDA berfungsi menghitung keuntungan murni dari aktivitas operasional inti yang dilakukan bisnis. Penghitungan tersebut tidak mempertimbangkan utang atau bunga, kewajiban pajak, maupun biaya penyusutan aset. 

Dengan begini, Anda bisa lebih fokus mengevaluasi kinerja harian bisnis. Dari sinilah dapat diketahui apakah operasional usaha Anda benar-benar menghasilkan uang, tanpa “tertutupi” oleh pengeluaran akuntansi seperti depresiasi.

Sebagai contoh, sebuah pabrik menghasilkan laba bersih yang kecil karena besarnya beban penyusutan mesin produksi. Namun, setelah menghitung EBITDA, nilainya ternyata sangat tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas operasional pabrik berjalan efisien.

  • Mempermudah perbandingan kinerja antara perusahaan

Karena EBITDA tidak mempertimbangkan struktur utang, faktor pajak, maupun penyusutan aset, angka EBITDA pun dapat menjadi standar objektif untuk membandingkan kinerja antar-bisnis. Informasi ini penting pelaku usaha yang ingin belajar dari kompetitor atau untuk menilai akuisisi. Bahkan tidak hanya pelaku usaha, investor juga umumnya menghitung EBITDA untuk membandingkan beberapa perusahaan sebelum memberikan investasi. 

Bagaimana jika dua perusahaan memiliki nilai laba bersih yang berbeda, tapi EBITDA-nya cenderung mirip? Biasanya, situasi tersebut menunjukkan bahwa kedua perusahaan sama-sama kuat secara operasional, tapi memiliki struktur keuangan yang berbeda.

  • Mengevaluasi kemampuan membayar utang

EBITDA adalah total nilai uang tunai yang dihasilkan dari aktivitas operasional bisnis sebelum membayar utang dan bunganya. Karena hal tersebut, EBITDA pun bisa Anda gunakan untuk menghitung kemampuan membayar utang. 

Salah satunya adalah menghitung interest coverage ratio untuk mengetahui apakah laba bisnis cukup untuk membayar bunga utang. Tak hanya itu, Anda juga dapat membandingkan EBITDA dan nilai utang (debt) untuk mengukur seberapa besar nilai utang jika dibandingkan dengan kapasitas operasional bisnis.

Biasanya, manfaat ini penting bagi bank atau lembaga keuangan karena bisa menjadi tolok ukur dalam menilai kelayakan kredit pelaku usaha. Sementara itu bagi pelaku usaha, hal tersebut dapat membantu Anda untuk menentukan, “Apakah saya masih bisa menambah utang atau justru harus menurunkan beban utang?”

Baca juga: Likuiditas adalah: Pengertian dan Fungsinya dalam Bisnis

  • Mendukung pengambilan keputusan strategi dan investasi bisnis

Hasil penghitungan EBITDA dapat menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan bisnis, terutama terkait strategi dan bisnis. Berdasarkan nilai EBITDA, Anda bisa menilai kelayakan usaha untuk pembelian aset, ekspansi, atau pendirian cabang baru. Selain itu, EBITDA juga dapat membantu Anda menentukan valuasi jika ingin menjual bisnis atau menarik investor.

Misalnya, usaha Anda mencatat nilai EBITDA positif selama 12 bulan terakhir walaupun belum menghasilkan laba bersih. Meski begitu, investor tertarik memberikan investasi karena EBITDA positif menunjukkan efektivitas operasional dalam menghasilkan arus kas. Artinya, bisnis Anda punya kapasitas untuk tumbuh sehingga potensi ekspansi pun semakin besar.

Cara Menghitung EBITDA dan Contohnya

Untuk menghitung EBITDA, terdapat dua rumus utama yang bisa Anda gunakan, yaitu: “EBITDA = Laba Bersih + Pajak + Bunga + Depresiasi + Amortisasi” atau “EBITDA = Laba Operasional + Beban Depresiasi + Beban Amortisasi”

Setelah menghitung EBITDA dengan rumus tersebut, Anda perlu mengetahui apakah nilai EBITDA menunjukkan pondasi finansial yang kuat bagi bisnis. Caranya bisa dengan menggunakan berbagai rumus berikut:

  • EBITDA margin

EBITDA margin mengukur seberapa besar keuntungan operasional (EBITDA) jika dibandingkan dengan total pendapatan perusahaan. Jumlahnya dihasilkan dalam bentuk persentase. Biasanya, pelaku usaha menghitung EBITDA margin untuk mengetahui jumlah profit yang dihasilkan bisnis mereka dalam setahun. Berikut rumusnya: 

EBITDA Margin = (EBITDA : Total Pendapatan) x 100%

Sebagai contoh, sebuah perusahaan mencatat pendapatan sebesar Rp1 miliar dengan nilai EBITDA Rp250 juta. Jadi, EBITDA margin mereka adalah: (Rp250 juta : Rp1 miliar) x 100% = 25%. 

  • EBITDA Coverage Ratio

EBITDA coverage ratio mengukur kemampuan suatu bisnis dalam membayar beban utang dan bunga dengan menggunakan EBITDA yang dihasilkan. Jika hasilnya lebih dari 1, berarti bisnis tersebut memiliki kondisi finansial yang kuat untuk membayar kewajibannya. Rumusnya adalah sebagai berikut:

EBITDA Coverage Ratio = EBITDA : Beban Utang dan Bunga

Anggaplah sebuah perusahaan memiliki EBITDA senilai Rp300 juta. Di sisi lain, ia harus melunasi beban utang dan bunga sebesar Rp100 juta. Berarti, EBITDA coverage ratio mereka adalah: Rp300 juta : Rp100 juta = 3. Artinya, perusahaan mempunyai EBITDA tiga kali lebih besar daripada beban utang dan bunga tahunan, sehingga menandakan keuangan yang sehat.

  • Adjusted EBITDA

Adjusted EBITDA merupakan versi EBITDA yang telah disesuaikan dengan faktor-faktor pengeluaran tidak rutin atau terjadi sesekali. Contohnya seperti bonus karyawan, biaya restrukturisasi, atau kerugian karena bencana alam. Untuk menghitungnya, Anda bisa mengurangi EBITDA dengan pengeluaran non-rutin tersebut. Rumusnya kurang-lebih seperti ini:

Adjusted EBITDA = EBITDA – Penyesuaian Non-rutin

Sebuah perusahaan memiliki EBITDA senilai Rp500 juta. Namun, pada periode tahun sebelumnya, mereka mengeluarkan biaya restrukturisasi senilai Rp50 juta dan memberikan bonus dengan total Rp100 juta bagi seluruh karyawan. Jadi, adjusted EBITDA perusahaan tersebut adalah: Rp500 juta – (Rp50 juta + 100 juta) = Rp350 juta.

  • EBITDA untuk Perbandingan Industri

Setiap industri umumnya mempunyai struktur biaya dan margin laba yang berbeda. Maka dari itu, nilai EBITDA—khususnya EBITDA margin—biasanya dipakai untuk membandingkan perusahaan pada industri yang sama. Dari sinilah rata-rata efisiensi operasional antar-perusahaan dapat dinilai.

Sebagai contoh, perusahaan A di bidang ritel memiliki EBITDA margin sebesar 14%. Sementara itu, EBITDA margin perusahaan B di bidang yang sama bernilai 20%. Berdasarkan data tersebut, artinya perusahaan B cenderung lebih efisien dalam menghasilkan keuntungan operasional dari tiap penjualan.

EBITDA adalah cerminan dari kekuatan operasional usaha Anda. Dengan memantau dan memahami EBITDA secara rutin, Anda dapat mengambil keputusan bisnis yang lebih strategis. Hal tersebut membutuhkan penghitungan EBITDA secara akurat. Prosesnya akan lebih mudah jika Anda memiliki bukti transaksi yang lengkap. Tanpa data pemasukan dan pengeluaran yang jelas, penghitungan EBITDA hanya berdasarkan estimasi kasar.

Kebutuhan tersebut bisa Anda penuhi dengan menggunakan Moka POS, aplikasi kasir online dengan fitur-fitur yang mendukung operasional usaha Anda. Salah satunya adalah fitur Laporan Penjualan Harian, yang mencatat seluruh transaksi usaha Anda secara digital dan otomatis. Seluruh data tersebut akan tersaji dalam bentuk laporan pada dashboard Moka POS yang intuitif.

Dengan demikian, Anda bisa langsung melihat laporan yang dibutuhkan untuk menghitung EBITDA tanpa harus repot mengecek struk atau nota manual satu per satu. Tak hanya itu, masih ada sederet fitur lain pada Moka POS yang dapat menunjang kelancaran operasional usaha Anda. Buktikan sendiri dengan menjadwalkan demo gratis Moka POS sekarang juga!

Social Media Share :